Rabu, 31 Desember 2008

Torpedo SUT buatan PTDI


KRI Cakra-401 saat loading SUT Torpedo

Uji tembak senjata taktis berupa Torpedo SUT (Surface and Underwater Target) dari KRI Cakra-401 saat Latgab TNI Juni 2008 lalu, sukses menghantarkan eks KRI Karang Galang ke peraduan terakhirnya di dasar laut. Kapal ini jugalah yang menjadi sasaran tembak rudal C-802 yang diluncurkan KRI Layang-805.

Ada yang menarik dari 2 senjata taktis terbaru andalan TNI AL ini, yakni digunakannya Torpedo SUT buatan PTDI. Torpedo berbobot 1,4 ton ini kini jadi senjata andalan kapal selam KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 (usai retrofit nanti). Dengan berat hulu ledak 260 Kg, torpedo SUT mampu menjangkau sasaran dengan jarak tembak efektif maksimal 40 Km.

Ada ciri khusus yang membedakan Torpedo SUT dengan Torpedo lainnya, yakni adanya kabel sebagai pemandu ketarget yang dituju. Kabel berfungsi memberikan data-data akustik guna mengendalikan arah tujuan torpedo, dan juga berfungsi sebagai penangkal jamming karena datalink dipandu dua arah.

Torpedo SUT digerakkan dengan motor listrik yang mampu memberikan daya dorong hingga 35 knots dengan tingkat kebisingan rendah. Setelah torpedo dirasa aman dari reduksi jamming sonar lawan, kabel akan terlepas dan kendali diambil alih secara mandiri oleh data prosesor yang ada di dalamnya.

Torpedo SUT buatan PTDI menggunakan sistem pemandu sonar pasif, pengembangan kedepannya akan diintegrasikan juga dengan sonar aktif. Sejatinya torpedo SUT dibuat pertama kali oleh Jerman saat perang dunia II, namun kini sudah tidak diproduksi lagi. Produksinya kini dikerjakan oleh Korea Selatan dalam satu paket alih teknologi kapal Selam 209.




Ada 2 varian Torpedo SUT yang dibuat Korsel, yakni White Shark (SUT/SST-3) dan Blue Shark (SUT/SST-4). Kisaran harga pasar internasional untuk kedua Torpedo ini antara 1,6 s/d 2 juta dolar, tergantung dari kuantitas dan kondisi pengiriman. Sedangkan yang dibuat PTDI adalah varian SST4.

Berikut negara (regional Asia-Australia) pengguna Kapal Selam (KS) dan jenis torpedo yang digunakan saat ini :

• Australia - Mk 48 Model 6/7 (KS Collins)
• Taiwan - SUT (produksi Indonesia) (KS Hai Lung)
• Indonesia - SUT/SST-4 (KS cakra/ 209 Type)
• Malaysia - Blackshark (KS Scorpene)
• Singapore - Type 617 dan 43X2 (KS Challenger) rumor akan diupgrade ke blackshark
• Korea Selatan - LG K731 Whiteshark/ SUT (KS Changbogo)

Saat ini perkembangan senjata torpedo sudah lebih maju, beberapa bahkan sudah mengaplikasi teknologi baru. Begitu pula dengan teknologi terbaru yang digunakan di kapal selam, seperti : sonar, mesin diesel elektrik, persenjataan dan torpedo.

Salah satunya MK-48 buatan AS yang telah menggunakan pemandu sonar pasif dan aktif, serta VA-111 Shkval buatan Rusia yang menggunakan efek pendorong motor 'superkavitasi', sehingga torpedo dapat mencapai kecepatan 200 knot atau 370 km/jam.

Menyikapi pemilihan jenis kapal selam yang akan digunakan armada Pasopati TNI AL, mudah-mudahan pemerintah bijak dalam menentukannya. Merujuk pada pernyataan KASAL yang mengumpamakan jangan kalah dengan anjing Rotweiller tetangga, tidaklah muluk jika kita berharap nantinya kepada kapal selam kelas Kilo yang sudah dilengkapi dengan torpedo Shkval.

Copyright © alutsista

NVG Buatan LIPI


Sukses memperbaiki periskop kapal selam TNI AL KRI Nanggala-402 pada 2003, tak menyurutkan peneliti-peneliti LIPI di bidang instrumentasi optik membuat innovasi baru.

Meski tak punya track record memperbaiki periskop, Pusat Penelitian Kalibrasi Instrumentasi dan Metrologi LIPI telah berhasil memperbaiki. Bahkan menambah kemampuannya dengan mengaplikasi teknologi inframerah, sehingga dapat digunakan dimalam hari.

Dan tak hanya periskop kapal selam yang bisa dibuat oleh Pusat Penelitian Kalibrasi Instrumentasi dan Metrologi LIPI di Bandung. Pada 1982, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Departemen Pertahanan dan Keamanan pernah meminta LIPI mengembangkan alat optik, mulai prisma teleskop untuk tank, teropong senapan, sampai teropong bidik malam (NVG/ Night Vision Google).

Pada 1985 LIPI telah berhasil membuat prototipenya termasuk 120 teropong bidik malam guna mendukung operasi militer TNI di Timor Timur.

Keterlibatan LIPI dalam mendukung kebutuhan teknologi peralatan optik TNI itu dilatarbelakangi banyaknya tentara yang jadi korban milisi Fretilin waktu itu. Saat itu para milisi menggunakan teropong canggih yang diselundupkan dari sebuah negara, yang mungkin Anda sendiri bisa menebak dari mana asalnya.

Keistimewaan teropong bidik malam dan teropong malam buatan LIPI ini dilengkapi sinar inframerah dan tabung penguat cahaya. Tak hanya itu Pusat Penelitian Kalibrasi Instrumentasi dan Metrologi juga membuat teropong bidik senapan untuk siang dan malam hari.

Copyright @lutsista

Bom Latih dari Jawa Timur


Bom latih P-100 buatan CV. Sari Bahari Malang, Jawa Timur ini merupakan hasil pengembangan Dislitbang AU untuk menggantikan bom sejenis buatan Rusia, OFAB 100-125.

CV. Sari Bahari saat ini telah memproduksi sepuluh bom latih P-100 untuk di ujicoba dalam sesi latihan pengeboman yang dilakukan TNI AU. Nantinya jika ujicoba sukses produksi bom latih ini akan diajukan pembuatannya ke Mabes TNI dan Dephan.

Dari ujicoba yang dilakukan beberapa hari lalu P-100 sangat layak digunakan oleh beberapa pesawat tempur yang dimiliki TNI AU.

Spesifikasi teknis :

Panjang total : 1130 mm
Diameter : 273 mm
Panjang Fin : 410 mm
Berat : 100 - 125 Kg
Material : Besi modular (body), Baja VCN45 (suslug), ST37 (fin)
Isian Asap : TiCl2
CG : 285 mm dari nose

PT Dirgantara Indonesia Menang Tender US$ 94,5 Juta


Seoul - PT Dirgantara Indonesia menang dalam tender pengadaan empat pesawat penjaga pantai untuk Korea Selatan senilai US$ 94,5 juta. Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan pemerintah Korea Selatan menandatangani kontrak jual-beli tersebut di Seoul Senin (29/12) kemarin.

Direktur Aircraft Integration PT Dirgantara Budiwuraskito menjelaskan, setelah melewati serangkaian uji unjuk kerja dan komersial, pesawat NC 235-110 keluaran PT Dirgantara berhasil menyisihkan pesaing dari Spanyol, Amerika Serikat, dan Israel. "Indonesia dinilai mampu mengkombinasikan unjuk kerja dan nilai komersial yang pas," ujar Budi kepada Tempo.

Pesawat NC 235-110, ia memaparkan, memiliki jangkauan jelajah 1.150 mil laut (nautical miles) serta sanggup beroperasi hingga delapan jam dengan membawa delapan orang di dalam kabin yang nyaman. "Spesifikasi teknisnya hanya kalah oleh pesawat EADS-CASA dari Spanyol, yang bisa menjangkau hingga 1.200 mil laut," kata Budi. Dari segi unjuk kerja, NC 235-110 menempati posisi kedua, disusul Amerika Serikat dan Israel.

Sedangkan dari segi komersial, yang mencakup harga dan dukungan suku cadang, Dirgantara juga berada di posisi kedua dalam tender yang dibuka pada November lalu tersebut. "Yang pertama adalah perusahaan dari Amerika Serikat, ketiga Israel, dan yang keempat Spanyol."

Soal teknis pembayaran kontrak pesawat ini, kata Budi, pemerintah Korea Selatan akan memenuhinya secara bertahap sebanyak enam kali dalam jangka waktu 29 bulan. Pada saat penandatanganan kontrak, pemerintah Korea Selatan membuka letter of credit senilai US$ 16,4 juta, atau 17,4 persen nilai jual. Dirgantara akan mengirimkan dua pesawat pesanan pada akhir 2010, dan dua lagi pada awal 2011.

Menurut Budi, pemerintah Korea Selatan juga mengisyaratkan niatnya untuk membeli lagi empat pesawat serupa pada tahun anggaran 2010. Tahun ini, selain NC 235-110, Dirgantara berhasil menjual dua helikopter dan satu pesawat lainnya.

Sedangkan tahun depan, Dirgantara akan menjual empat unit pesawat NC 235-220, dengan spesifikasi yang lebih tinggi dibanding NC 235-110. "Tiga ke Angkatan Laut dan satu untuk Angkatan Udara," ujar Budi. Selain itu, Dirgantara berencana mengikuti tender dua unit pesawat di Kolombia pada Februari mendatang.

Sumber : KORAN TEMPO

LAPAN Melangkah Menuju Peluncuran Satelit




Beragamnya aplikasi satelit dan meningkatnya kebutuhan wahana ini, ditambah berlakunya pelarangan pembelian komponen pembuat roket, mendorong Indonesia mengumpulkan daya agar mandiri dalam bidang peroketan yang dikembangkan sebagai wahana pengorbit satelit.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang mencapai usia 45 tahun pada 27 November lalu, sejak 2007 melakukan percepatan dalam pengembangan teknologi peroketan dan satelitnya. Percepatan itu terjadi setelah berhasil melepas ketergantungannya pada pembuatan bahan bakar propelan dari pihak asing, antara lain amonium perklorat.

Setelah sukses dengan peluncuran roket eksperimen berdiameter 320 mm atau Rx-320, Lapan berhasil melakukan uji statik Rx-420 pada Selasa (23/12) di Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan Rumpin, Tarogong, Tangerang. Pelaksanaan uji statik ini menyusul uji peluncuran roket kendali berdiamater 100 mm dan 300 mm serta roket balistik 122 mm yang diluncurkan akhir pekan lalu di Pamengpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Seusai menyaksikan pelaksanaan uji statik Rx-420 itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan akan terus mendorong Lapan untuk konsisten mengembangkan roket sesuai dengan kompetensinya hingga mampu mengorbitkan satelit. ”Untuk program roket tahun 2009, saya telah mengusulkan kepada DPR dana sebesar Rp 25 miliar,” ujarnya.



Pada 2009, jelas Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun, setelah keberhasilan uji statik Rx-420, program peroketan akan dilanjutkan dengan uji peluncuran roket tersebut yang menurut rencana dilaksanakan Mei 2009.

Dijelaskan Edi Sofyan, Ketua Kelompok Penelitian Bidang Kendali Roket Lapan, roket kendali RK-100 sebanyak tiga unit diluncurkan Sabtu (20/12) di Pamengpeuk, Garut Selatan. Misi peluncuran ini adalah untuk menguji sistem kendali pada sirip belakang.

Peluncuran RK-100, yang mempunyai panjang 4 meter ini, merupakan fase ketiga eksperimen roket itu. Fase I yang dilakukan September 2007 masih ditemukan masalah pada bagian sayap. Setelah dilakukan perbaikan, dilakukan peluncuran RK-100 fase II pada Juni 2008.

Adapun uji peluncuran roket kendali 300 mm yang merupakan tahap pertama, jelas Edi, bertujuan untuk menguji sistem pendorong roket dan turbo jet.

Pada Minggu (21/12) di lokasi yang sama dilaksanakan peluncuran tahap pertama roket balistik RB-122 yang tidak dilengkapi dengan sistem kontrol. Pada uji peluncuran ini bertujuan untuk mengukur kinerja atau performansi motor roket.

Pengujian kinerja roket baik sistem kendali dan balistik merupakan satu rangkaian dalam pengembangan roket pengorbit satelit.

Konfigurasi Rx-420-320

Roket eksperimen berdiameter 420 mm (Rx-420), pelaksanaan uji statiknya tertunda seminggu, karena diperlukan penambahan sistem penahan pada bagian ekor propulsi, agar aman. ”Dengan memasang sistem penahan yang memadai pada roket, yang ditempatkan pada posisi horizontal di lorong itu, maka roket akan tetap stabil ketika dilakukan uji penyalaan,” urai Adi.

Dalam kondisi nyala, roket Rx-420 yang menggunakan bahan bakar amonium perklorat akan memiliki daya dorong hingga 10 ton dalam waktu 11 detik. ”Lepasnya penahan pernah terjadi pada tahun 1986 dalam uji statik sebuah roket. Akibatnya, roket keluar dari block house (rumah uji),” tambah Adi.

Pengukuran hasil uji statik Rx-420, jelas Lilis Mariani, periset di Tim Uji Statik Rx-420, performasi roket ini sedikit lebih baik dibandingkan desain rencana, terutama pada daya dorong roket yang lebih tinggi dari yang direncanakan.

Roket Rx-420 ini merupakan bagian penting dalam konfigurasi Roket Pengorbit Satelit (Satellite Launch Vehicle/SLV) Pertama Lapan yang direncanakan meluncur pada tahun 2014, jelas Yus Kadarusman Markis, Kepala Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan.

Pada SLV-I itu, terdiri dari roket tiga tingkat, yaitu pada tingkat pertama dipasang tiga roket Rx-420 sebagai pendorong atau booster, pada tingkat dua satu propulsi berdiameter 420 sebagai sustainer, dan di tingkat tiga propulsi 320.

Dengan komposisi roket tersebut dan menggunakan bahan bakar propelan padat, menurut Yus, telah memadai untuk membawa satelit ke orbit. ”Roket pengorbit ini memungkinkan membawa nano satelit yang persiapannya makan waktu dua tahun,” tambah Adi.



Satu roket Rx-420 yang berbobot sekitar 2 ton memiliki jangkauan 120 km. Dengan konfigurasi itu, SLV-I diharapkan dapat menjangkau ketinggian sekitar 400 km. Roket ini dapat membawa muatan 50 kg untuk sampai pada orbit yang dicapai minimal pada ketinggian 250 km. Kecepatan horizontal roket di orbit mencapai 8 km per detik.

Saat ini Lapan tengah mengembangkan sendiri material yang lebih ringan untuk roket, karena pengembangan teknologi pembuatan baik propelan maupun material roket bersifat tertutup.

”Pembelian material dari pihak asing tidak dimungkinkan karena semua negara, termasuk China, tidak lagi memenuhi pesanan material untuk pembuatan roket dari Indonesia, sebagai negara yang masuk kategori perlu diawasi seperti Iran,” urai Yus.

Pada tahapan selanjutnya, Lapan akan terus mengembangkan roket berdiameter lebih besar, yaitu Rx-540 dan Rx-750. Roket Rx-420 merupakan roket keenam yang dikembangkan Lapan selama ini. Roket generasi terdahulu berturut-turut memiliki diameter 70, 100, 150, 250, dan 320 mm.

Sejak beberapa tahun lalu, lanjut Yus, peneliti Lapan juga telah mengembangkan bahan bakar propelan cair yang baru mencapai bobot 10 kg. Masih diperlukan waktu lama untuk sampai pada kapasitasnya untuk mendukung roket pengorbit satelit.

Kendalanya karena kurangnya sumber daya manusia peneliti dan sulitnya memperoleh bahan baku, serta tingginya tingkat kesulitan dan bahaya ledakan dalam pembuatan propelan cair. Meski begitu, Lapan harus mengembangkan pembuatan propelan cair yang memiliki kelebihan daripada propelan padat, yaitu membuat roket mudah dikendalikan ketika mengorbit.

Sumber : KOMPAS

Ranjau Dasar Laut Pengaruh (RDLP)




Ranjau dasar laut hasil pengembangan Dislitbang AL ini merupakan senjata bawah air yang mumpuni dan dapat digunakan sebagai alat pertahanan terhadap masuknya kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah teritorial Indonesia.

Berbeda dengan ranjau permukaan yang mengambang di laut, ranjau dasar laut diletakkan antara 30-60 meter dibawah permukaan laut. Ranjau ini akan bekerja saat mendeteksi objek yang menimbulkan getaran (frekuensi), baik dari putaran propeller, mesin dan juga genset kapal permukaan maupun kapal selam.

Dengan bobot sekitar 1 ton, ranjau ini mampu menjebol lambung kapal. Saat mendeteksi target dengan sendirinya ranjau akan mendekat menuju sasaran.

Spesifikasi teknis :
- Berat total : 1000 Kg
- Panjang : 1880 mm
- Diameter : 530 mm
- Berat bahan peledak : TNT 700 kg
- Jarak penyebaran : 150 m
- Kedalaman laut penyebaran : 30 – 60 m

Firing Device terdiri :
1. Hydrophone sebagai sensor akustik
2. Induction coil sebagai sensor medan magnit
3. Power supply battery kering
4. Hidro static safety switch : sebagai pengaman hubungan antara power supply dengan arming delay mechanism
5. Bekerja atas dasar tekanan dalam air sebesar +/- 0,2 ATM

©alutsista

Kamis, 25 Desember 2008

Paspampres Latihan Bersama Pasukan Korsel


Liputan6.com, Bogor: Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Grup-C menggelar latihan di markasnya di Lawang Gintung, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/12). Dalam latihan itu diskenariokan Paspamres dan pasukan antiteror Batalyon 707 dari Korea Selatan menyerbu sebuah tempat yang menjadi lokasi penyanderaan para tamu istimewa. Sementara itu pasukan lainnya diturunkan melalui helikopter. Akhirnya para tamu penting yang disandera berhasil dibebaskan.

Latihan bersama pasukan asing bukan yang pertama kali dilakukan Paspampres. Bahkan beberapa negara, seperti Kamboja secara khusus mengirimkan anggotanya untuk dilatih oleh anggota Paspamres agar jadi pasukan antiteror yang handal.(IAN/Budi Santoso)

Selasa, 16 Desember 2008

Garuda indonesia

Aegean Airlines

Aer Lingus

Aero Asia

Aeroflot

Aero Mexico

Air Asia

Air Berlin

Air Canada

Air China

Air Europa

Air France

Air India

Air Jamaica

Air Mauritius

Air Pacific

Air New Zealand

Air Seychelles

Air Slovakia

Air Tahiti

Air Tran Airways

Alaska Airlines

Aloha Air

All Nippon Airways

American Airlines

American Eagle

America West Airlines

Asiana Airline

ATA Airline

Australian Airlines

Austrian Airlines

Bangkok Airways

BMI Baby Airline

British Airways

China Eastern Airlines

Continental Airlines

Copa Airline

Cyprus Airways

Delta SkyLines

Dragon Air

EasyJet

EgyptAir

El Al Israel Airline

Emirates Airline

Ethiopian Airline

Frontier Airlines

Garuda Indonesia

GermanWings

Hawaiian Airlines

Horizon Air

Independence Air

Indian Airlines

Iran Air

Japan Airlines

Jet Airways

Jetsgo Airline

Jetstar Airway

Kenya Airways

KLM Airlines

Korean Air

Kuwait Airways

LanChile

Lufthansa Airline

Macedonian Airlines

Malaysia
Airlines

Mexicana Airlines

Middle East Airlines

Midwest Airlines

Northwest Airlines

Ozjet Airline

Pakistan Airline

Pegasus Airlines

Philippine Airline

Primaris Airline

Qantas Airline

Qatar Airways

Royal Jordanian Airlines

Sahara Airlines

Singapore Airlines

Skywest Airlines

Song Airline

South African Airways

Southwest Airlines

Swiss Airlines

Thai Airways

Turkish Airlines

United Airlines

US Airways

Vietnam Airlines

Virgin Atlantic

Virgin Blue Airline

Westjet Airline

Jazeera Airways

Air Arabia