Jumat, 19 September 2008

Indonesia berpeluang menjadi negara penghasil komponen photovoltaic terbesar di dunia dengan memiliki kandungan deposit sebesar 12 juta ton pasir silika.

Selama ini komponen photovoltaic merupakan produk olahan hasil pasir silika, yang bisa digunakan untuk mengolah energi panas matahari menjadi energi listrik.

Hal ini dikatakan oleh Direktur Industri Elektronika Ditjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Departemen Perindustrian (Depperin) Abdul Wahid di pabrik Sharp Pulogadung, Jakarta, Kamis (11/9/2008).

"Pasir silika jangan sampai dibebaskan pajak ekspornya, karena potensi industri IC dan photovoltaic solar kita sangat besar di dunia, yaitu mengubah energi foton dari matahari menjadi listrik," ujarnya.

Ia menambahkan dari hasil data sementara kandungan deposit pasir silika untuk wilayah Sumatra Utara saja mencapai 12 juta ton, belum lagi beberapa wilayah lainnya.

Selama ini diakuinya, banyak investor yang masih ragu-ragu masuk ke sektor ini karena adanya kekhawatiran pasokan pasir silika tidak terpenuhi karena adanya ijin ekspor pasir silika.

"Untuk menghasilan 1 megawatt butuh 14 ton pasir silika, investasi yang dikeluarkan pun relatif sedikit," jelasnya.

Di negara-negara maju seperti AS, lanjut Wahid, permintaan industri olahan dari pasir silika terus meningkat bahkan beberapa tahun terakhir naik hingga 2 sampai 3 kali lipat.

Selain itu nilai tambah dari komoditas ini cukup tinggi, ia mencontohkan untuk proses pengolahan dari pasir silika menjadi poli kristal (bahan baku proses photovoltaic) membutuhkan investasi yang tidak besar dengan nilai tambah yang berkali-kali lipat.

"Kalai kita olah pasir silika yang per kilonya Rp 100 Rp menjadi poli kristal maka bisa naik harganya menjadi Rp 400.000 per kilo," imbuhnya.

Ia mencontohkan, untuk industri pengolahan investasi di sektor hulu ditahapan mineral setidaknya membutuhkan investasi Rp 10 miliar sampai Rp 20 miliar saja.