Rabu, 24 September 2008

Nur Aini Rakhmawati, si Mungil Jago Teknologi Informasi





[ Senin, 22 September 2008 ]

Mentor Google Summer of Code 2008, Kembangkan Kluwek

Tak banyak wanita yang menekuni teknologi informasi (TI) secara profesional. Apalagi mencatatkan prestasi internasional. Nur Aini Rakhmawati adalah salah seorang di antara yang sedikit itu. Kecanggihan cewek tersebut dalam menyusun kode pemprograman diakui Google.

ANY RUFAIDAH

------

MELIHAT penampilannya, barangkali orang tak menyangka bahwa gadis mungil berjilbab besar itu gape mengoprek program komputer. Karena itu, ketika suatu kali dia diundang Google dalam sebuah acara, undangan tak menganggapnya sebagai programmer.

''Pas saya duduk sambil pegang komputer, banyak yang nyamperin dan bertanya, saya ini marketing produk apa?'' katanya lantas tertawa.

Nur Aini adalah dosen Sistem Informasi, Fakultas Teknik Informatika, Institut Sepuluh Nopember (ITS). Dia menunjukkan kehebatannya ketika menjadi peserta Google Summer of Code (GSoC) 2007. Iin -panggilan akrabnya- berhasil mewujudkan software pengembangan Joomla, aplikasi open source yang banyak digunakan masyarakat.

Untuk menjadi peserta GSoC, bukanlah hal mudah. Dia harus bersaing dengan ribuan aplikan lain dari seluruh penjuru dunia. Bagi kalangan TI (teknologi informasi), even tersebut cukup bergengsi. Sebab, mereka bisa menimba ilmu langsung dari mentor yang ditunjuk Google. Khusus Joomla, di antara 6.000 aplikan, hanya 50 orang yang diterima. Iin merupakan satu-satunya dari Indonesia.

Tahun ini, giliran Iin menjadi mentor GSoC. Dia membimbing seorang peserta dari Filipina. ''Ya mungkin Google tahu kalau saya sudah banyak pengalaman dengan Joomla. Soalnya, setelah jadi peserta, saya juga direkrut jadi developer,'' katanya lantas tersenyum. Bahkan, Iin tercatat sebagai wanita pertama dalam tim pengembang Joomla.

Kendati demikian, bungsu di antara enam bersaudara tersebut menganggap prestasinya itu tidak luar biasa. ''Sebenarnya banyak pria yang lebih hebat dari saya. Tapi, karena hanya sedikit perempuan yang profesional di IT, terutama untuk open source, saya jadi sorotan,'' ungkapnya.

Menjadi satu-satunya wanita dalam GSoC sempat membuat dirinya canggung. Untunglah, rekan-rekannya dari berbagai negara mendukung. Sedikitnya wanita yang terjun secara profesional dalam bidang TI membuatnya tergerak.

Dia pun membuat milis khusus wanita yang membahas Linux, salah satu sistem operasi open source. Milis tersebut dibentuk karena sebenarnya banyak wanita yang ingin memahami Linux. Tapi, ketika bergabung dengan milis yang didominasi pria, mereka sering jadi bahan ejekan.

Cewek kelahiran Pasuruan, 20 Januari 1982, itu pun mengumpulkan kenalan wanita di dunia maya, membentuk milis yang diberi nama Kluwek. Mereka punya situs di http://kluwek.linux.or.id/. Sekarang anggota milis itu berkembang hingga ratusan orang. Anggotanya mulai mahasiswi hingga ibu rumah tangga. Tiap anggota punya julukan nama bumbu dapur.

Penyuka boneka penguin -simbol Linux- itu mengaku, menjadi programmer bukanlah cita-citanya. Impiannya sejak kecil justru menjadi dokter kandungan.

Segalanya berubah ketika dia bertemu sepupunya yang suka utak-atik komputer. Iin yang kala itu duduk di bangku SMA langsung berubah haluan dan ingin menjadi programmer.

Ketika niat tersebut disampaikan kepada orang tuanya, mereka mendukung penuh. Terutama sang ayah, Slamet Riyadi. Satu nasihat dari ayahnya yang dia ingat sampai sekarang memacu dirinya untuk terus belajar. ''Kalau kamu menekuni satu bidang, harus berusaha menjadi pakar di bidang tersebut,'' ujar Iin menirukan ucapan sang ayah.

Meski berambisi menjadi pakar TI, Iin mengaku tahu diri. Dia punya jadwal yang harus dipatuhi. Dalam sehari, maksimal berada di depan komputer sampai pukul 22.00. Itu kebiasaannya sejak mahasiswa. ''Dulu kami tidak boleh di laboratorium di atas pukul sepuluh malam. Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang,'' jelas cewek yang menyelesaikan S-1 di Fakultas Teknologi Informatika ITS tersebut.

Entah karena penampilannya atau karena hal lain, Iin gagal mendapatkan visa ke Amerika Serikat. Padahal, dia mendapat beasiswa dari Grace Hopper Celebration of Women in Computing Conference. Itu merupakan pertemuan perempuan penggiat TI seluruh dunia.

Para peserta yang datang akan mendapat pelatihan untuk meningkatkan kemampuan. Karena proses seleksi beasiswa tersebut sangat rumit, Iin sangat gembira ketika terpilih. ''Duuh, syaratnya ribet banget. Tahun lalu saya sudah mengajukan. Tapi gagal. Baru tahun ini dapat,'' katanya.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas, dia pun segera mengurus pembuatan visa. Awal September lalu, dia mengajukan permohonan. Tapi ditolak. Dua pekan kemudian, dia mengajukan lagi. Semua syarat yang dulu dianggap kurang, dilengkapi. Tapi, lagi-lagi ditolak.

Iin tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya tidak mendapat izin ke AS. Dugaan pertama, Juli lalu dia baru saja kembali dari Taiwan setelah 2,5 tahun menempuh pendidikan S-2 di National Taiwan University of Science and Technology.

Tapi, ada juga yang menyatakan karena penampilannya kurang meyakinkan sebagai dosen atau pakar TI. Intervensi Rektor ITS Priyo Suprobo pun tidak bisa membantu dirinya mendapat visa.

Meski urung berangkat ke AS, Iin tidak kecewa. Ada yang mengobati luka hatinya. Dia menerima tawaran dari tiga negara untuk melanjutkan pendidikan S-3. Bahkan, ada yang menawarinya pekerjaan lumayan bergengsi. Tapi, dia belum memutuskan. ''Saya ingin kuliah S-3 akhir tahun ini. Soal ke mana, saya belum tahu,'' ujarnya lalu tersenyum.

Saat ini, Iin lebih banyak mengisi waktunya untuk mengajar di ITS. Bersama beberapa mahasiswanya, dia juga tengah menggarap program untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Nanti, program tersebut diberikan secara cuma-cuma kepada pemerintah daerah yang menginginkannya.

''Saya ingin orang Indonesia maju. Tidak hanya sebagai pengguna, tapi juga bisa mengembangkan program sendiri,'' tegasnya. (cfu)

Sumber : JawaPos