Sabtu, 06 September 2008

Antara Vladimir Putin, Zaenal Maarif, dan Kang Satpin

Tentu nggak ada pertentangan lagi mengenai bagaimana Rusia begitu cepat (sengaja saya bold dan kasih warna merah -red) mendapatkan kembali tempat terhormatnya di kancah global, sejajar dengan negara negara yang selama ini memang selalu berada di tempat yang anggotanya nggak banyak itu (baca : negara negara maju, kuat, dan kaya). Saat ini, GDP Rusia sekitar USD 1,7 trillion atau "masih" 1/20 GDP Amerika Serikat. Rusia diuntungkan dengan meroketnya harga minyak dunia meski ada negara di ASEAN yang sebenarnya kaya minyak tapi malah terengah-engah mensubsidi Rp. 90 trilyun setahun karena kenaikan itu. (ooppss...full stop, blog ini khusus untuk membicarakan optimism over Indonesia in the future, i did not mention any country name right?)

Yang menggetarkan tentu saja adalah kembalinya Rusia sebagai negara yang DITAKUTI karena angkatan perangnya, dan teknologi tempurnya. Baru baru ini Rusia memulai lagi patroli jarak jauh mengitari Russia dengan pesawat besar dan canggih, ingat ..ini benar benar jarak jauh mengingat betapa besarnya wilayah Russia, dan patroli ini dilakukan terus menerus. Russia memang tidak memungkiri bahwa saat ini siapapun tidak berniat untuk "mengganggu" mereka secara militer, sehingga pelaksanaan patroli udara jarak jauh ini lebih sebagai penggugah national pride, dan menunjukkan pada orang lain bahwa "hey, I am comin' back.."
Di salah satu negara ASEAN, pembelian 6 pesawat dari Rusia tidak disertai persenjataan standard pesawat tempur, karena rudal dan sistem persenjaaan lain harus dibeli secara terpisah, dengan harga yang lumayan. Pun mereka dibeli dengan susah payah, dan penuh perjuangan, pake imbalan produk ekspor lagi ( hey...I SAID FULL STOP..).

Baru baru ini, majalah Times menobatkan VLADIMIR VLADIMIROVICH PUTIN, sang pemimpin Russia sebagai MAN OF THE YEAR 2007. Bukan tanpa alasan dia terpilih oleh majalah terkenal itu sebagai orang paling berpengaruh tahun ini. Boris Yeltsin, si pengganti Gorbachev adalah sebuah mimpi buruk bagi Russia. Antek barat itu mengadopsi demokrasi dan kebebasan ala barat secara membabi buta, dan membuka kran ekonominya bagi semua investor yang mau HARTA BERLIMPAH RUSIA dengan harga murah. Serigala serigala berkulit putih dan berdasi dari barat "menyerbu" rusia, dan membeli bahkan perusahaan perusahaan yang dulunya dimiliki oleh pemerintah. Tidak ada lagi yang tersisa untuk rakyat Rusia. Kita masih ingat di TV TV dulu, bagaimana orang Russia mengantri roti, mengantri BBM, mengantri bantuan dari pemerintah. Mengingatkan saya sekali lagi pada salah satu negara di ASEAN (Gosh...what's wrong with you, Aree?). PUTIN muncul dalam kondisi itu tahun 2000, dan segera mentransform Russia begitu cepatnya. Di lain waktu, kita bahas bareng bareng, bagaimana dia melakukan itu.

Zaman Suharto, kondisi Indonesia kurang lebih sama seperti Russia saat ini. Tahun 70-an, Indonesia masuk menjadi salah satu negara miskin di Asia
akibat kebijakan yang tidak pro-ekonomi pada masa Sukarno. Tapi awal awal 80-an adalah awal awal manis bagi kekuatan dan daya saing ekonomi Indonesia, juga dipicu oleh naiknya harga migas. Dalam rentang kurang dari 20 tahun, Indonesia telah menjadi macan Asia ke lima setelah Jepang, Korea, China(shanghai & hongkong), dan Singapura. Sebuah organisasi kemanusiaan dunia, World Food Program (WFP) keluar dari Indonesia karena (mungkin) bingung siapa yang akan dibantu. Secara militer kita juga kuat, bahkan sangat kuat, dan dihormati. Thailand pernah meminta bantuan Kopassus untuk membebaskan sandera di bandara bangkok, ABRI-AL pernah dengan jumawa memasuki perairan Filipina dan merapat di pelabuhan Manila sebagai pre-visit sebelum Suharto ikut KTT ASEAN. Australia pernah dibuat khawatir saat Indonesia memperkuat armada udaranya.

Zaman berubah, bangsa ini sudah menjual aset aset berharganya kepada asing, dan hanya mendapatkan ampas kecil. Zaenal Maarif dengan berani dan tanpa merasa bersalah mengolok-olok presiden, dan "memaksa" sang RI-1 "menghadap dan melapor" petugas polisi di komdak. Saya teringat sebuah remark bagus dari Jusuf Kalla "demokrasi bisa dinomorduakan'. setuju? SANGAT SETUJU. Dulu saya berdemo ria di gedung DPR MPR agar harga turun, rakyat makmur, bukan memberi kesempatan para oportunis politih menyuap pemilih, memalsukan ijazah, berbohong di depan publik, untuk menjadi penguasa penguasa kecil di daerah daerah. Saat ini, andaikan Suharto bisa kembali muda lagi, saya akan pilih dia menjadi presiden Indonesia, dan menjalankan lagi kebijakan trilogi pembangunan, melalui repelitanya.

Mas Satpin (Satrio Piningit) memang bukan SBY, mungkin bukan pula presiden mendatang (2009) mengingat tidak ada yang sekaliber Vladimir Putin. Bisa jadi, Satrio Piningit adalah Suharto, yang itu artinya, puncak Indonesia sudah terlewati. Wah....bukan bukan..
Indonesia masih punya celah celah untuk maju. Singapura tidak punya apa apa, mereka hanya mempunyai manusia dengan otak otak cemerlang dan disiplin. Clue? PENDIDIKAN...
miskin sebentar tidak apa apa, nggak lama lagi pasti maju. India menunggu 40 tahun dan uangnya dihabiskan untuk memajukan pendidikan, hasilnya tau sendiri. Mas Satpin pasti akan muncul dengan nama lain, yakni seseorang yang dilahirkan oleh komunitas bangsa yang berotak cemerlang, disiplin, dan penuh ide. Bisa jadi namanya SARIMIN..