Doktor asal Jombang Menangi Kompetisi Teknologi Pertahanan di Inggris
Sang Robot Bisa Bedakan yang Sipil dan Militer
Hampir bersamaan dengan ulang tahun kemerdekaan Indonesia, Dr Subchan,
peneliti asal Indonesia, berhasil meraih prestasi bergengsi di
Inggris. Bahkan, Departemen Pertahanan Inggris berminat mengembangkan
robot dan piranti ciptaan timnya.
NURANI SUSILO, London
SIAPA sangka dari Swindon, sebuah kota kecil yang berjarak sekitar dua
jam berkendara dari London, seorang anak bangsa, Dr Subchan, kini
menjadi pembicaran di Inggris. Peneliti di Cranfield University,
Shrivenham Campus di Oxfordshire, Inggris, bersama timnya dinyatakan
sebagai pemenang Minister of Defense (MoD) Grand Challenge.
MoD Grand Challenge adalah lomba bergengsi untuk mencari teknologi
terapan di dunia militer yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pertahanan Inggris. Subchan, pria yang lahir dan besar di Jombang,
Jawa Timur, itu bersama Team Stellar mengembangkan Saturn (Sensing and
Autonomous Tactical Urban Reconnaissance Network).
Saturn adalah semacam robot yang berfungsi mendeteksi ancaman musuh.
Bukan sembarang robot. Ini adalah robot terpadu yang memiliki tiga
komponen, baik di darat maupun udara, yang bisa mengidentifikasi
kekuatan dan posisi musuh di medan pertempuran.
Tim Stellar adalah gabungan antara Cranfield University, Stellar
Service Ltd, Blue Bear System Ltd, SELEX Sensors, dan Airborne System
Ltd, TRW Conekt, dan Marshall Specialist Vehicles.
''Robot ini bisa menggantikan manusia untuk mengintai kekuatan dan
posisi musuh, tanpa berisiko terlihat atau diketahui lawan,'' jelas
Subchan yang lulusan Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS)
jurusan matematika 1994 itu kepada Jawa Pos kemarin.
Karena berbagai kelebihan itu, Subchan dan Team Stellar dinyatakan
unggul dibandingkan peserta lomba yang lain. Andy Wallace, perwira
militer dari Departemen Pertahanan Inggris, mengakui ingin mendapatkan
produk teknologi yang membuat misi prajurit di medan tempur semakin
aman. ''Kami ingin tentara yang bertugas di lapangan makin aman dan
keselamatan mereka terlindungi,'' kata Wallace kepada stasiun televisi
BBC.
Dalam konteks perang modern, lanjut Wallace, produk teknologi seperti
yang dikembangkan Subcham dan timnya memang sangat relevan. Medan yang
asing dan sulit, membutuhkan piranti yang bisa sangat membantu
prajurit tempur.
Robot yang dikembangkan Team Stellar ini terdiri atas dua pesawat
kecil dan satu kendaraan darat. Semuanya tanpa awak. Wahana ini
dilengkapi dengan sensor radar, panas, dan visual. Untuk menyelaraskan
kerja ketiga robot ini, sekaligus menganalisis hasil yang didapat,
dibuat semacam pusat mengendali terpadu.
Kepada Jawa Pos Subchan memaparkan, tiga komponen robot yang
dikembangkan Team Stellar itu punya fungsi sendiri-sendiri yang saling
menunjang. Pertama, pesawat tanpa awak yang terbang tinggi. Alat ini
berfungsi memetakan wilayah dan mengetahui medan. Pesawat ini bisa
mendeteksi kendaraan militer; tank, bahkan sniper (penembak jitu)
lawan.
Namun, untuk bom pesawat, alat ini tidak bisa mendeteksi secara
akurat. Itulah sebabnya dibuat robot kedua dan ketiga berupa pesawat
tanpa awak yang terbang rendah dan satu robot darat (ground vehicle).
Kedua robot terakhir ini lebih berfungsi untuk mengecek atau melakukan
verifikasi terhadap temuan pesawat pertama yang terbang tinggi .
Subchan, yang menempuh master bidang applied matematics (S2) di Delft
University of Technology di Belanda pada 1998-2000 ini terlibat di
bagian desain dan pengembangaan kendaraan udara dan darat tanpa awak.
''Ini memang pekerjaan yang sangat menguras tenaga dan otak,'' kata
pria kelahiran Jombang Mei 1971 itu.
Dia menceritakan, proyek robot militer ini dimulai sekitar pertengahan
2007. Selama kurang lebih setahun, Team Stellar yang menggabungkan
beberapa perusahaan pertahanan dan Cranfield University itu
mengembangkan dan menguji coba Saturn di lapangan. Uji coba dilakukan
di beberapa tempat di Inggris.
"Proyek ini membuat saya sering ke lapangan dan menghabiskan waktu di
alam terbuka. Kadang selama berhari-hari menyempurnakan Saturn,'' kata
anak kedua dari empat bersaudara pasangan Abdul Muin dan Djamilah ini.
Dalam enam bulan terakhir, hampir tiap minggu Subchan dan timnya ke
lapangan menguji Saturn. Waktu yang terbatas memang menjadi salah satu
kendala pengembangan Saturn. Bahkan, sampai babak final pun, masih ada
beberapa masalah yang mengganjal.
''Pada proofing event (pembuktian produk) yang berlangsung selama lima
hari, kami sempat khawatir karena sampai hari ketiga komunikasi antara
stasiun pengendali di darat dan robot kendaraan tidak begitu bagus,''
bpak lima orang anak itu. Untunglah pada hari keempat, persoalan bisa
diatasi.
Menurutnya, salah satu tantangan yang harus dilakukan setiap tim
adalah dalam waktu satu jam harus mendemonstasikan hasil temuannya di
Village of Copehill Down, di Salisbury Plain, Wiltshire, Inggris.
Yakni, sebuah perkampungan yang khusus dibuat untuk latihan militer.
Kondisi perkampungan itu dibuat sedemikian rupa mirip dengan medan
peperangan, lengkap dengan snipers, bom, tank, peluncur roket, hingga
aktor yang berperan sebagai tentara lawan dan penduduk sipil.
Dalam tantangan seperti itu, robot peserta MoD Grand Challenge harus
bisa membedakan mana yang ancaman dan mana warga sipil biasa.
''Saya sangat bersyukur bisa menang,'' kata suami Ima Imadatul yang
pernah empat tahun bekerja di IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia)
sebelum menjadi dosen ITS.
Subchan layak berbangga karena dari 11 tim yang mengikuti lomba ini
hanya enam yang masuk babak final. Dan dari enam ini, Team Stellar
menang dan berhak atas penghargaan begengsi RJ Mitchell Trophy. Tropi
yang mengambil nama perancang pesawat Spitfire Fighter, pesawat tempur
legendaris pada pertempuran Battle of Britain.
Penelitian pertahanan dan keselamatan sipil memang bukan dunia yang
asing bagi Subchan. Cranfield University, tempat Subchan sekarang
bekerja sebagai peneliti, memang memiliki studi pertahanan. Di sinilah
dulu ia menyelesaikan S3 di bidang Guidance and Control (panduan dan
kendali). ''Berbagai proyek yang saya ikuti hampir semuanya memiliki
kaitan dengan pertahanan,'' kata Subchan .
Setelah lulus doktor, Subchan meneruskan post doctoral pada
Departement Informatics and Sensors pada universitas yang sama dengan
bidang yang ditekuninya sekarang: decision making, data fusion,
mission planning and control (bidang pengambilan keputusan,
penggabungan data, dan perencenaan misi).
Ia mengaku tidak pernah membayangkan dan berencana menjadi peneliti
militer. Tapi kuliah S3 di Cranfield University membuatnya menekuni
penelitian dan pengembangan teknologi militer. Ia pernah meneliti
'awan yang tercemar nuklir'. Bila semisal ada kebocoran di reaktor
nuklir, Subchan membantu menentukan luas wilayah yang tercemar bahan
berbahaya. Dari sini bisa ditentunkan warga di wilayah mana yang harus
diungsikan karena kebocoran nuklir tersebut.
''Inilah yang membuat saya senang dan menikmati bidang saya. Ada hasil
nyata yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia,'' kata Subchan
yang juga sering menjadi pembicara pada forum pengajian di Swindon dan
London.
Untuk masa depan Saturn yang ia kembangkan bersama Team Stellar, ia
belum tahu persis kapan selesai dan dipakai oleh kalangan militer.
Yang jelas, teknologi yang dipakai sangat kompleks dan membutuhkan
dana yang besar. ''Kalau dananya tersedia mungkin Saturn bisa hadir
lebih cepat,'' katanya. (el)
http://www.jawapos.co.id/halaman/ind...tail&nid=20340
Selasa, 26 Agustus 2008
Posted by new indonesia at 08.34